Umur 20an dan Cita-cita : A Quarter Life Crisis
“Susah, ga mungkin tercapai.” adalah kalimat menegunkan yang sudah saya dengar sejak SMP. Saat
itu saya bercita-cita menjadi penyanyi terinspirasi dari oppa-oppa KPop .
Sebagai gadis remaja saya terpacu oleh kalimat almarhum guru
BK yang bunyinya kira-kira begini, “Kalian harus punya cita-cita. Orang yang
sukses biasanya punya cita-cita sebelum lulus sekolah”. Yang meskipun dalam
dunia nyata tidak semua cita-cita ditemukan sebelum lulus sekolah, namun intinya salah satu cara
untuk sukses adalah dengan memiliki tujuan.
Saya ingat betul rasanya mendengar kalimat di paragraf
pertama terucap. Kaget dan kecewa karena tidak didukung itu rasanya mencengangkan.
Terlebih saat itu masih pubertas dengan segala gonjang-ganjing hormon. Sungguh menambah
memorabilitas.
Berkali-kali mendengar kalimat yang sama membuat saya sampai
pada kesimpulan bahwa hal itu memang tidak mungkin tercapai. Cita-cita saya
ketinggian, sayanya kependekan.
Suatu siang dalam kendaraan perjalanan pulang dari SMA saya
memutuskan melepaskan cita-cita menjadi penyanyi. Dalam benak saya ia berbentuk
burung yang akhirnya terbang ke angkasa. Entah bisa bertemu lagi atau tidak.
(Jawabannya akan ada di akhir post)
--
Memang dasarnya terlalu sering mendengar lagu Susan dan Kak
Ria Enes “Cita-cita” saat masih kecil, saya pun muncul dengan berbagai
cita-cita baru. Dan sesering itu pula saya mendengar kalimat yang sama, “Susah,
ga mungkin tercapai.”
Sampai pada 2016, saya menyadari suatu pola berulang:
-
Kalimat tersebut selalu diulang dan rasa
mengecewakannya selalu sama
-
Diucapkan karena adanya ketakutan akan kekecewaan
apabila tidak tercapai
-
Pola pikir ‘kita adalah masyarakat biasa, jadi
ya kita hanyalah masyarakat biasa…. Yang bisanya biasa saja.’
-
Pola pikir ‘majority norm’ a.k.a ‘ngikut arus
aja’
Sungguh pemikiran yang merenggut inovasi dan kreativitas! Mana
ada internet dan facebook jika semua orang berpikir demikian????
Malam itu di sebuah kosan di Tangerang saya menyadari
bagaimana hidup saya selama ini mengikuti asas “kulakukan agar engkau senang”
yang berkutat pada kepuasan orang lain, namun belum tentu merupakan hal yang
terbaik untuk dilakukan.
Tuhan dengan
kekuasaannya menurunkan secercah cahaya mengingatkan bahwa hanya Ia saja yang mengetahui takdir seluruh makhluk.
Penghakiman manusia terbatas didasarkan pada pengetahuan atas apa yang
sudah terjadi dan yang dipikir kemungkinan akan terjadi. Dalam hal ini
pengetahuan dan spectrum Tuhan tentang
apa yang akan terjadi jauh lebih luas dan tidak terbatas disbanding manusia.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali
kaum itu sendiri yang mengubah apa yang pada diri mereka ” QS 13:11.
Mantap.
--
Kehilangan kepercayaan diri untuk cita-cita merupakan salah satu
masalah kaum umur 20an. Umur 20an dinilai sebagai umur yang sudah tidak ideal
lagi untuk mewujudkan cita-cita. Yang sebenarnya lucu sih, karena sejak TK
ditanya mau jadi apa. Misal dijawab polisi, dokter, atau guru pastinya baru
bisa dirintis setelah lulus sekolah.
Selain kalimat pertama paragraph satu, “Nanti aku tidak didukung” adalah
alasan lain yang umum diutarakan kaum 20an urung merintis cita-citanya.
Bayangkan berapa banyak ide brilian yangterlanjur layu sebelum berkembang.
Bisa jadi ia adalah solusi kemiskinan, kelaparan, pemerataan
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan social, kelestarian lingkungan, bahkan
pemberantasan korupsi!
--
Aduhai kaum 20an my fellow age group,
Cita-citamu dibutuhkan oleh banyak orang di dunia ini. Bahwa mereka
yang bilang engkau terlalu pendek untuk meraih cita-citamu yang ketinggian
hanyalah segelintir dari 7 miliar penduduk dunia ini. Belum lagi ditambah makhluk
lain berupa tanaman dan hewan, bahkan amoeba sekalipun yang bisa jadi memang
membutuhkan cita-citamu.
Jika engkau mendengar bahwa cita-citamu tidak mungkin terwujud
karena sebelumnya tidak pernah terjadi, ingatlah bahwa Oprah Winfrey pernah
dipecat karena dinilai tidak layak tampil sebagai pembawa berita (agak tidak
nyambung, but anyway paham kan maksudnya?).
Ketahuilah bahwa yang paling penting adalah alasan dasar dan
semangat yang membuatmu memilih cita-cita. Jika dulu engkau bercita-cita
menjadi dokter tapi saat ini terlanjur bekerja sebagai pegawai pajak, maka
ketahuilah bahwa engkau masih bisa menyembuhkan. Menyembuhkan system perpajakan
Negara ini misalnya #tsaaahhh
Jika engkau takut tidak didukung, ingatlah bahwa engkau masih
punya Tuhan dan saya.
‘Kan kuteruskan pesan Tuhan pada suatu malam di kosan Tangerang
padamu,
“Jika diperjuangkan, pasti bisa tercapai.”
J
--
Jadi apakah saya bertemu kembali dengan cita-cita sebagai penyayi?
Yes, karena meskipun sudah tidak bercita-cita saya masih rajin menyanyi dan mengikuti perlombaan bahkan. It's emejing bahwa bagaimanapun juga we will always revolve around cita-cita, meskipun secara lisan sudah dilepas, namun dalam hati ia masih mendesak berusaha tumbuh.
Semoga post ini membantu ya :)
Comments
Post a Comment